Apakah Keyakinan Religius Amoral?



Pengalaman sejarah tentang agama mendapat penilaian yang baik dan buruk. Agama dinilai baik karena mampu menghantar orang kepada penghayatan tentang Allah dan persekutuan terhadap sesamanya. Sebaliknya agama dinilai buruk karena berdasarkan pengalaman hidup beragama tidak pernah terlepas dari kisah kekerasan, pembunuhan, pengucilan, dan sebagainya.


Tidak jarang kisah hidup negatif ini sering dikaitkan dengan peranan (restu dan dukungan) Allah sendiri. Misalkan seperti yang terdapat di dalam Kitab Suci Ibrani bahwa seluruh kisah hidup bangsa Israel sepenuhnya berada di bawah campur tangan Allah (Yahwe). Di sana Allah seakan-akan menyetujui terjadinya pembunuhan dan peperangan yang dilakukan oleh bangsa Israel terhadap musuh-musuh mereka.

Pernyataan di atas secara tidak langsung mau menujukkan bahwa selain berpihak kepada kebenaran, perdamaian, dan keadilan, agama juga mendukung kekerasan. Maksudnya adalah untuk mencapai sesuatu hal dapat dilakukan dengan segala cara termasuk perbuatan negatif sekalipun.

“Moralitas religius didasarkan pada suatu keyakinan bahwa kehidupan manusia memiliki signifikansi moral, dan mungkin mengatasi emosi diri serta pencapaian keadaan atau kesadaran relasi yang positf guna mewujudkan kebijaksanaan, rasa iba, dan kebahagiaan.”

“Ada banyak hal yang dikerjakan berhubungan dengan gagasan kuno, dapat ditemukan dalam Ulangan 20:16 “Tetapi dari kota-kota bangsa itu yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan hidup apapun yang bernafas.”

“Kitab Suci Ibrani menyuguhkan kisah bagaimana tindakan Allah berkaitan dengan kebencian, ketamakan, dan kesombongan manusia, dan juga bagaimana Allah menampilkan para pemimpin dan para nabi-Nya dalam mengubah orang-orang untuk kembali mencintai keadilan.” “Upah dosa adalah kematian, kematian atas jiwa, kematian atas kebaikan, kematian atas semua kebahagiaan dan kepenuhan yang sejati.”

Ditulis oleh FX. Budi Prasetyo berdasarkan buku Keith Ward, Benarkah Agama Berbahaya? Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar