Kerukunan dan Kerjasama antar Umat Beragama Mendukung Perdamaian



Kerukunan antar umat beragama yang akan diperoleh  merupakan kerukunan yang bukan karena diatur secara eksternal, tetapi karena tumbuh dan berkembang secara otentik dari dalam diri setiap umat beragama dengan cara penghayatan iman yang bersangkutan dan melalui pengalaman iman bersama antar umat beragama.


Dengan pemahaman itu, kehidupan yang rukun dan damai haruslah berangkat dari tuntutan iman keagamaan dan bukan semata-mata segi praktis dan kegunaannya saja. Kerukunan antar umat beragama merupakan suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama mampu hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.

Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Oleh karena itu, kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas keberagaman dan perasaaan orang lain. Tetapi hal tersebut tidak diterjemahkan bahwa kerukunan antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama berbeda, sebab hal itu akan merusak agama itu sendiri.

Muhammad Maftuh Basyumi, menteri agama, dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan, kerukunan beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Agama memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan setiap penganutnya, Keyakinan itulah yang menjadi indentitas individual agar agama mampu membangun nilai-nilai keimanan yang luhur dan bermartabat. Nilai-nilai keimanan yang luhur dan bermartabat itulah pada akhirnya mengantar sikap untuk hidup penuh berdampingan antar sesamanya dengan didasari semangat kebebasan beragama, hal inilah tentunya meliputi kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama, yang temasuk kebebasan menghayati keyakinan yang dianutnya. Dengan demikian, mewujudkan kerukunan dan membangun sikap damai senantiasa menjadi impian bagi setiap penganutnya masing-masing.

Dasar kerukunan untuk membangun kerukunan antar umat beragama yaitu :

a) Masing-masing mempunyai peranan yang berbeda-beda tetapi dapat saling berkomunikasi dalam hidup bersama penuh persaudaraan.
b) Ada saling dukungan yang semakin menumbuhkan kesetiaan, bahkan meningkatkan mutu dan peranan masing-masing.
c) Hidup bersama yang berorentasi pada nilai cinta kasih dan bukan pada kebutuhan psikologis (seperti ingin diperhatikan, ingin dipuji, dan diakui)

Dengan adanya cinta manusia mampu menghargai satu sama lain, hidup bersama dengan rukun dan damai, kendati ada rupa-rupa perbedaan, dan saling menunjang atau bekerjasama dengan baik.

Sejak Konsili Vatikan II (1962-1965), Gereja Katolik sangat menekankan dan turut memperjuangkan kerukunan antar umat beragama, demi keharmonisan, persaudaraan, damai sejahtera, persatuan, dan keselamatan segenap umat manusia. Kerukunan antar umat beragama dilihat sebagai suatu kebutuhan hakiki dan universal. Dinyatakan dalam Konsili Vatikan II, dalam Nostra Aetate art 5:

…kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang bila terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata,“ barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8).

Jadi, tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia, antar bangsa dan bangsa.

Maka, Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiyaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat Kristus. Oleh karena itu, Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada umat beriman Kristiani, supaya bila ini mungkin” memelihara cara hidup yang baik di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1 Ptr 2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang, sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putra Bapa di surga


Ditulis oleh FX. Budi Prasetyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar