Belajar dan Konsep Diri






Menurut Murphy, proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara  organisme yang dasarnya bersifat individual dan lingkungan khusus tertentu. Sebagai hal daripada interaksi ini, maka terbentuklah  koneksi antara kebutuhan-kebutuhan dan reponse-response, antara tegangan dengan tingkah laku yang mengubah  tegangan.


Koneksi-koneksi antara kondisi-kondisi jaringan dalam bentuk-bentuk tingkahlaku itu terbentuk oleh dua macam proses, yaitu kanalisasi dan persyaratan. Kanalisasi, adalah proses yang memberi jalan tersalurnya motif atau konsentrasi energi tingkahlaku. Kekuatan sesuatu kanalisasi itu menurut Murphy dapat diperhitungkan dan tergantung pada empat faktor :
a. kekuatan kebutuhan ,yaitu konsentrasi dalam jaringan
b. Intensitas kepuasaan ,yaitu besarnya perubahan tegangan.
c. Taraf atau fase perkembangan tertentu.
d. Frekuensi kepuasaan

Keempat faktor tersebut, berhubungan secara fungsional dan kompensatoris, seseorang, mungkin punya kebutuhan yang lemah dan kepuasaan yang tipis, tetapi karena pengalaman semacam ini terulang-ulang, maka kanalisasi menjadi cukup kuat. Sebaliknya kalau suatu kebutuhan yang sangat kuat sekonyong terpenuhi engan sangat memuaskan maka kanalisasi sudah cukup kuat pula, tanpa ulangan lagi.

Konsep Diri

Smail (2001), menjelaskan bahwa konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam hubungan interpersonal, karena setiap orang akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Artinya bahwa bila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap postitif mengenai dirinya sendiri, seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan menilai diri sendiri secara positif.

Individu dengan konsep diri positif cenderung akan dapat menimbulkan tingkah laku penyesuaian yang baik dengan lingkungan sosial. Sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.

Brooks dan Emmert (dalam Rahmat, 1996), mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik seseorang dengan konsep diri positif dan seseorang dengan konsep diri negatif. Perbedaan tersebut dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator dari:

(a) Orang dengan konsep diri positif, dapat dilihat jika mereka: (1) Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah; (2) Merasa setara atau sederajat dengan orang lain; (3) Menerima pujian tanpa rasa malu; (4) Menyadari bahwa setiap orang memilki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya dapat diterima oleh masyarakat; (5) Memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri sendiri; (6) Memiliki kesanggupan dalam mengungkapkan aspek yang tidak disenangi dan berusaha untuk merubahnya.

(b)  Orang dengan konsep diri negatif, dapat dilihat jika mereka: (1) Peka terhadap kritik, namun dipersepsi sebagai upaya orang lain untuk menjatuhkan harga dirinya; (2) Cenderung menghindari dialog yang terbuka; (3) Selalu mempertahankan pendapat dengan berbagai logika yang keliru;   (4) Sangat respek terhadap berbagai pujian yang ditujukan pada dirinya dan segala atribut atau embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya; (5) Memiliki kecenderungan bersikap hiperkritis terhadap orang lain; (6) Jarang bahkan tidak pernah mengungkapkan penghargaan atau pengakuan terhadap kelebihan orang lain; (7) Memiliki perasaan mudah marah, cenderung mengeluh dan meremehkan orang lain; (8) Merasa tidak disenangi dan tidak diperhatikan oleh orang banyak, karena itulah cenderung bereaksi untuk menciptakan permusuhan; (9) Tidak mau menyalahkan diri sendiri namun selalu memandang dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak benar; (10) Pesimis terhadap segala yang bersifat kompetitif, enggan bersaing dan berprestasi, serta tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa individu dengan konsep diri positif, cenderung mengembangkan sikap-sikap postitif mengenai dirinya sendiri, dan sebaliknya inividu dengan konsep diri negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan nilai-nilai atau pandangan yang negatif tentang segala kondisi atau sistem sosial yang ada. Konsep diri yang dimiliki oleh seseorang, baik poistif maupun negatif akan mempengaruhi cara penilaian individu tersebut mengenai dirinya dan lingkungan karena itu akan sangat mempengaruhi perilakunya. Individu akan cenderung bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya.

Komponen konsep  diri

Staines (dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam terbentuknya pola kepribadian seseorang, karena konsep diri merupakan inti pola kepribadian; konsep ini mempengaruhi berbagai sifat dalam diri seseorang. Lebih lanjut dikatakan oleh Staines (dalam Ismail, 2001), konsep diri memiliki beberapa komponen utama, yaitu:
(a) Diri yang dikognisikan atau diri yang dasar, yaitu pandangan yang digambarkan oleh inidvidu tentang diri sendiri; pemikiran atau persepsi individu mengenai kemampuan, status, dan peranan individu dalam berhubungan dengan dunia luar;
(b) Diri yang lain atau diri sosial, pandangan atau penilaian tentang diri sendiri yang didasarkan pada penilaian orang-orang yang dihormati atau lingkungan sekitar yang memiliki pengaruh besar terhadap diri individu yang diperoleh melaui interaksi sosial individu dengan orang lain. (c) Diri yang ideal, seperangkat interpretasi individu saat sedang mengungkapkan keinginan atau aspirasi yang bersifat pribadi, sebagaian besar berupa keinginan dan sebagian lagi merupakan keharusan-keharusan, atau yang disebut sebagai perangkat ambisi-ambisi yang mengarah pada suatu yaitu gambaran diri yang ideal dan dipahami oleh individu sebagai dirinya sendiri.

Hurlock (dalam Ismail, 2001), membagi komponen konsep diri menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: (a)  Konsep diri yang sebenarnya; yaitu konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain berdasarkan penilaian dan reaksi dari orang lain sehingga individu akan memahami tentang dirinya, apakah dipandang baik atau buruk.

(b) Konsep diri ideal; yaitu merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakan; gambaran pribadi tersebut diharapkan menjadi pribadi yang seseuai dengan diri individu meskipun terdapat kemungkinan tidak memiliki hubungan dengan realitas sama sekali.

Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam proses terbentuknya konsep diri seseorang, evaluasi dan penilaian orang lain sangat mempengaruhi terbentuknya pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Di samping itu, dalam diri individu terdapat konsep diri yang ideal atau gambaran diri yang sesungguhnya didambakan oleh individu.

Artinya, konsep diri yang ideal ini sangat berpengaruh dalam diri individu, karena bila reaksi lingkungan memiliki intensitas yang tinggi, maka akan semakin kuat pula konsep diri tersebut. Sebaliknya bila reaksi lingkungan menjadi lemah, maka akan semkin berkurang atau lemah konsep diri tersebut.

Ditulis oleh FX. Budi Prasetyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar